#Curhat

[Curhat][bleft]

#tekno

[Tekno][twocolumns]

#Gratisan

[#Gratisan][twocolumns]

technology

MetroTV, Sudah Selesai Pemilu Masih Saja Menyudutkan Prabowo

Sobat Pilpres 2014 kali ini hampir semua media arus utama (mainstream), baik media cetak maupun televisi, telah berubah menjadi partisan. Mereka bertransformasi menjadi pendukung Capres tertentu, baik terang-terangan maupun secara halus. Publik dapat menilai kemana arah media tersebut dalam pemberitaannya, siapa yang didukung dan siapa yang diopinikan negatif. Sebagian pemilik media itu memang sudah dari awal mendukung Capres tertentu (misalnya Metro TV sebagai pendukung utama Jokowi danTV One sebagai pendukung utama Prabowo).
Dukungan kepada Capres dapat dilihat dari jumlah berita yang ditayangkan tentang Capres tersebut, durasi penayangan (pada televisi), pemilihan foto, cara penyampaian berita, dan pemilihan narasumber. Terlihat sekali ketidakberimbangan media dalam menyampaikan berita. Capres yang satu dikesankan positif, Capres yang satu lagi dikesankan negatif. Yang dirugikan jelas pemirsa/pembaca sebab fungsi media sebagai sarana edukasi kepada pemilih menjadi tidak ada artinya lagi. Media saat ini sudah terjebak dalam perang opini untuk menyudutkan Capres yang tidak mereka dukung, bahkan media pun sudah menjadi tempat untuk kampanye hitam yang merugikan publik. Independensi media tinggal menjadi slogan yang masuk ke tempat sampah, media sebagai pilar keempat demokrasi hanyalah semboyan manis yang tidak punya arti apa-apa saat ini.
Dari pengamatan saya sebagai pemerhati media, maka di bawah ini saya sebutkan daftar media arus utama yang memihak kepada Capres tertentu.
A. Media TV
1. Media TV pendukung Jokowi: Metro TV
B. Media Cetak 
1. Surat kabar pendukung Jokowi: Semua media di bawah Kompas-Gramedia (Kompas,Tribun), media di bawah Dahlan Iskan (Jawa Pos group), Suara PembaruanSinar HarapanMedia IndonesiaKoran Tempo,l
iputan6.
2. Majalah berita pendukung Jokowi: Tempo
C. Media Daring
1. Media daring pendukung Jokowi: Detik.comKompas.comTribunnews.com
Mungkin daftar ini masih bisa bertambah atau berkurang. Daftar ini tidak memasukkan media kecil, media berbasis agama, dan media alternatif lainnya. Kompas dan Tempoboleh saja membantah mendukung Jokowi, namun pembaca dapat menilai sendiri apakah bantahan tersebut bisa dipercaya. Tempo misalnya, pendiri Tempo yaitu Goenawan Mohamad sudah sejak awal menolak Prabowo dan keluar sebagai pendiri PAN. Dari berita-berita yang mereka tulis di majalah maupun media daringnya, terlihat sekali bagaimana Tempo lebih menonjolkan kubu Jokowi dan mengkerdilkan atau menegasikan Prabowo. Hal yang sama juga pada Kompas dengan melihat ketidakberimbangan berita yang mereka buat dan sudut pandang (angle) terhadap seorang Capres.
Contoh bagaimana Kompas terlihat berpihak kepada Jokowi dapat dilihat pada berita kampanye kubu Jokowi di Lampung. Hari Selasa yang lalu Kompas.com menurunkan berita dengan judul “Pilih jokowi kalau tidak mau masuk neraka” (lihat gambar kiri di bawah). Kampanye yang aneh ini ramai dibincangkan di jejaring sosial. Tentu saja berita di Kompas tersebut dapat memberi stigma negatif kepada Jokowi. Mungkin Kompas menyadari mereka telah melakukan blunder yang merugikan Jokowi, maka beberapa waktu kemudian berita tersebut diubah judulnya menjadi “Pilpres 9 Juli, jangan beli kucing di dalam karung” (gambar kanan). Isi beritanya sama, hanya judulnya saja yang diganti tanpa ada penjelasan atau ralat (Dua gambar tersebut saya peroleh dari milis).
kompas
Khusus untuk Republika, media ini tampak masih abu-abu dalam Pilpres. Meskipun Republika adalah media Islam, tetapi tidak serta merta koran ini mendukung Prabowo (dengan asumsi Prabowo didukung oleh banyak partai Islam). Republika masih agak berimbang, tetapi mungkin saja dugaan saya tidak benar.
Untuk media TV, Metro TV terlihat sekali nyata keberpihakannya.  Metro TV terlalu menyanjung-nyanjung Jokowi dan sangat frontal mengkerdilkan Prabowo.
Kalau media cetak berpihak masih bisa dimaklumi, sebab untuk mendapatkan beritanya kita harus membeli medianya. Tetapi untuk media TV keberpihakan ini menyalahi undang-undang, sebab saluran frekuensi yang dipakai oleh TV adalah saluran publik. Televisi tidak boleh menyalahgunakan frekuensi publik untuk kepentingan pemilik stasiun TV tersebut. Mereka harus menyajikan berita secara berimbang dan tetap netral. Namun di Indonesia masalahnya lain, sebab Aturan Dibuat untuk Dilanggar.
Terutama, Malem ini tadi ane nonton acara MetroTV (NewsMaker) yang selalu mengulang2 ucapan saksi2 prabowo di MK. Dan pengisi suaranya pun tak segan2 mengucapkan secara frontal "Apa reaksi saksi di MK ? ada yang Menjatuhkan, Tidak Menjawab, Dengan tensi tinggi,dan Bicaranya yang Lugu". Mungkin Congor Pengisi acaranya mungkin gak pernah disekolahin paling. Apa manfaat mereka mengulang2 seperti itu kalau tidak memberikan sisi negative kepada Pak Prabowo. Dulu, ane seneng ngeliat berita2 MetroTV, setelah melihat beritanya yang membuat ane MUAL akhirnya ane enggan dan males nonton Televisi yang tidak berimbang dan cendrung memberikan penilaian negatif kepada orang lain.  Mungkin buat reader pendukung jokowi sah sah saja mereka bilang sprti itu. namu coba dilihat dan didengar lagi, apakah pantas mereka mengucapkan sperti itu sedangkan ada Komisi Penyiaran Indonesia ??

Sekian Dari ane, semoga bisa menjadi renungan kita semua
Salam Pinter 

No comments: